Minggu, 15 April 2018

Kisah Cinta Tukang Becak di Cirebon yang Ikut Nikah Massal




Perasaan haru bercampur tegang terlihat jelas di wajah tiga calon pasangan suami istri yang hendak mengikuti pernikahan massal di Masjid Nurusyuhada Desa Gesik, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Selain tiga pasangan itu, enam pasangan lainnya juga tercatat sebagai peserta nikah massal yang diselenggarakan oleh pihak Desa Gesik. Namun, keenam pasangan ini harus menunggu hasil sidang isbat terlebih dahulu. Sehingga, hanya tiga pasangan yang bisa mengikuti nikah masal di masjid tersebut.

Kembali lagi ke momen bahagia tiga pasangan yang siap mengucap janji sucinya. Raut wajahnya terlihat tegang. Ketiga pasangan itu yakni, Sumanta (34) dengan Ratna Sari (30) , Sanita (26) dengan Ida (42), dan Suganda (28) dengan Melisa (17). Pasangan Sumanta dan Ratna Sari menjadi pasangan pertama yang mengucap janjinya. Sumanta harus berulang kali menghafalkan ijab kabul sebelum akad nikah.

Sumanta langsung tancap gas saat akad nikah. Cukup sekali ijab kabul. "Sah! Sah! Sah!," teriak para tamu undangan yang hadir. Setelah Sumanta, secara bergiliran pasangan Sanita (26) dengan Ida (42), dan Suganda (28) dengan Melisa (17). Keduanya lancar mengucap ijab kabul dan langsung mendapatkan buku nikah.

"Senang banget, bisa dapat buku nikah. Alhamdulillah," usai akad nikah, Kamis (12/4/2018).

Status Sumanta kini resmi menjadi suami Ratna Sari. Pria yang sempat menduda ini mengaku bahagia. Bahkan,, Sumanta sempat mengalami pengalaman pahit dalam mahligai rumah tangga sebelum jatuh ke pelukan Ratna Sari, gadis asli Desa Gesik.

Namun, Sumanta tak menceritakan secara rinci kepahitan yang ia alami hingga berujung pada perceraian. "Sudah pernah nikah sebelumnya, tapi cerai. Dulu bertengkar terus, nah selama menjalin hubungan sama Ratna tidak pernah bertengkar. Rasa cocok," kata Sumanta.

Pasar malam Desa Sampiran, Kecamatan Talun, menjadi saksi bisu pertemuan manis kedua mempelai yang baru saja menikah itu. Sumanta langsung jatuh hati saat bertemu Ratna di pasar malam tersebut.

"Awal ketemunya di pasar malam, terus kenalan. Pacaran empat bulan, terus nikah siri. Alhamdulilah sekarang dapat buku nikah," kata Sumanta seraya menunjukkan buku nikahnya.

Pria kelahiran Gesik itu mengaku bekerja sebagai penarik becak. Penghasilannya sebagai penarik becak hanya Rp 50 ribu per hari. Namun, Sumanta yakin bisa membahagiakan Ratna.

"Harua disyukuri. Saya kerja sebagai tukang becak, istri saya penjahit rangkaian bunga, seperti melati. Upahnya sekitar Rp 35 ribu, kalau saya Rp 50 ribu per hari," ucap penarik becak itu.

Ekonomi menjadi salah satu alasan Sumanta memilih mengikuti nikah masal. "Ya kan tidak mahal, kalau nikah sendiri kan biayanya lumayan," katanya.

Ratna hanya bisa tersenyum melihat suaminya kegirangan. Berbeda dengan Sumanta, Ratna memilih tak banyak bicara. "Senang banget bisa nikah," kata Ratna.

Jika Sumanta dan Ratna dipertemukan di pasar malam. Pasangan kedua yang baru saja mengucapkan janji sucinya ini, Sanita dan Ida dipersatukan oleh ruang maya. Ya, Facebook. Perkenalan antara Sanita dengan Ida cukup singkat. Hanya satu bulan mereka berkomunikasi lewat ruang maya.

Pasangan yang usianya terpaut 16 tahun itu langsung tancap gas setelah sebulan berkomunikasi lewat ruang maya. Keduanya langsung memilih nikah sirih.

"Seminggu pacaran, terus nikah sirih. Kenalan di Facebook mah cuma sebulan. Ini tahun ketiga kami menjalin hubungan. Alhamdulilah bisa nikah seperti ini," kata.

Pria asal Desa Watubelah yang usianya masih 26 tahun itu kepincut dengan janda beranak satu asal Desa Gesik, Ida yang usianya 42 tahun. Sanita memiliki kerjaan sebagai buruh bangunan.

Tak jauh beda dengan Sumanta. Ekonomi menjadi alasan utama mereka memilih nikah masal.

Istri Sanita, Ida berusia 42 tahun. Namun, menurut Ida, usia jangan dijadikan halangan untuk saling mencintai.

"Ngalir saja, saya gak pilih-pilih brondong atau tidak. Karena saling cinta. Ngerasa cocok dan nyambung," kata Ida.

Sementara itu, Suganda dan Melisa langsung menyambut kebahagiannya. Pasangan ini menjadi pasangan yang terakhir mengucap janji sucinya. Suganda yang bekerja sebagai nelayan asal Desa Gunung Jati itu bersyukur bisa menikahi Melisa, gadis 17 tahun asal Desa Gesik.

"Senang, alhamdulillah. Saya sama istri sudah dua tahun pacaran. Kenal sama istri awalnya dikenalin sama teman. Terus cocok," ucap Suganda.

Di tempat yang sama, Kepala KUA Kecamatan Tengahtani, Agus Mustiman mengatakan pelaksanaan nikah masal merupakan rangkaian kegiatan peringatan Isra Miraj. Ia menyebutkan sebanyak sembilan pasangan yang tercatat sebagai peserta nikah masal.

"Yang enam harus nunggu dispensasi dari Pengadilan Agama Sumber, nunggu sidang isbat. Karena harus ada rekomendasi dari pengadilan," katanya.

Ia mengatakan pelaksanaan nikah massal merupakan usulan dari masyarakat Desa Gesik. Ia juga mengapresiasi usulan tersebut, utamanya bisa membantu masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar